WAWANCARA
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Pemahaman Individu Teknik Non Tes
Dosen Pengampu : Dr.
M Japar, M.Si dan Nofi Nur Yuhenita S.Pd.
Kelompok :
1.
Nita Anggar Sari
( 11.0301.0055)
2.
Alfian Hendra Kusuma (11.0301.0057)
3.
Diara Wahyusetyaningrum (11.0301.0059)
4.
Suharyani
(11.0301.0062)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
BIMBINGAN KONSELING
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wawancara
merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada responden. Apabila
wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode
diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data
lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer. Sebaliknya
jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak
dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode perlengkap. Pada
saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan
kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti
observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam
itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriterium.
Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implicit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer wawancara mengemban tugas yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode wawancara menjadi sumber informasi yang sangat berharga, dan sebagai kriterium ia menjadi alat yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi itu adanya tiga fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa interview merupakan suatu metode yang serba guna.
Dalam tiga golongan fungsi itu tidak implicit bahwa golongan yang satu mempunyai harga yang lebih tinggi dari yang lain. Sebagai metode primer wawancara mengemban tugas yang sangat penting. Sebagai pelengkap metode wawancara menjadi sumber informasi yang sangat berharga, dan sebagai kriterium ia menjadi alat yang memberikan pertimbangan yang memutuskan. Ditinjau dari segi itu adanya tiga fungsi pokok itu justru memperlihatkan bahwa interview merupakan suatu metode yang serba guna.
Dalam proses interview terdapat 2 (dua) pihak dengan
kedudukan yang berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula
sebagai interviewer, sedang pihak
kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (Information
supplyer), interviewer atau
informan. Interviewer mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai
jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan kembali isi
jawaban interviewee dengan kata-kata
lain), mengingat-ingat dan mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu dia juga
menggali keterangan-keterangan lebih lanjut dan berusaha melakukan “probing” (rangsangan, dorongan). Pihak interviewee diharap mau memberikan
keterangan serta penjelasan, dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Kadang kala ia malahan membalas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
pula. Hubungan antara interviewer
dengan interviewee itu disebut
sebagai “a face to face non-reciprocal
relation” (relasi muka berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka
interview ini dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya
jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research (Kartono, 1980: 171).
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Wawancara ialah tanya jawab antara pewawancara
dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu
hal.
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
(Lexy J, 2006 :186).
Menurut
Kartono (1980: 171) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan,
dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.
Menurut
Banister dkk (1994 dalam Poerwandari 1998: 72 - 73) wawancara adalah percakapan
dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Denzin & Lincoln (1994:
353) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan.
Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi
tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan. Maka
wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan
peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh
karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender.
Menurut
Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990: 770 – 771) wawancara (interview) adalah
situasi peran antar-pribadi berhadapan muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang
relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai, atau
informan.
B. Tujuan
wawancara
1) Untuk
memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dankondisi tertentu
2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3) Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orangtertentu.
4) Untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
C.
Bentuk-bentuk wawancara
- Wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
- Wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih
dahulu.
- Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon.
- Wawancara pribadi.
- Wawancara dengan banyak orang.
- Wawancara dadakan / mendesak.
- Wawancara kelompok dimana serombongan wartawan
mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya.
D.
Fungsi-fungsi
1.
Wawancara
dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi, mempengaruhi sikap orang-orang
dan kadang-kadang mempengaruhi perilaku mereka
2.
Wawancara juga merupakan alat penelitian yang
berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap
yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga memanfaatkan
isyarat verbal dan nonverbal
3.
Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk
menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga
meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden.
E.
Jenis-jenis wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya,
wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1.Wawancara
bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara
bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa
pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak
hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan
tidak terkendali.
2. Wawancara
terpimpin
Dalam wawancara terpimpin,
pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
3.
Wawancara
bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin,
pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang
dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang
ditanyakan secara garis besar.
Menurut Floyd G. Arpan dalam Toward Better
Communications, berdasarkan bentuknya, wawancara dapat dikelompokkan ke dalam
tujuh jenis, yaitu:1. Wawancara sosok pribadi (personal interview)
2. Wawancara berita (news interview)
3. Wawancara jalanan (man in the street interview)
4. Wawancara sambil lalu (casual interview)
5. Wawancara telepon (telephone interview)
6. Wawancara tertulis (written interview)
7. Wawancara kelompok (discussion interview)
Wawancara berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi dua yaitu :
a. Wawancara berstruktur
wawancara secara terencana yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
b. Wawancara tak berstruktur
wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
F.
Sikap – Sikap yang Harus dimiliki oleh Pewawancara
Saat melakukan wawancara,
pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden
mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang
harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
- Netral;
artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap
informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam
seluruh keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
- Ramah;
artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si
responden.
- Adil;
artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan sama.
Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden
bagaimanapun keberadaannya.
- Hindari ketegangan;
artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai
responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden
berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak
menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan
pembicaraan agar terarah.
Pengarahan atau
instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) meliputi
pedoman-pedoman sebagai berikut:
a.
Tidak
pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu; gunakan
penjelasan standar yang diberikan pengawas. (“Never get involved in long explanations of the study; use standard
explanation provided by supervisor”).
b.
Tidak
pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau rumusan
pertanyaan. (“Never deviate from
the study introduction, sequence of questions, or question wording”).
c.
Tidak
pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara, jangan
membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan saran, atau
pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never
let another person interupt the interview; do not let another person answer for
the respondent or offer his or her opinions on the questions”).
d.
Tidak
pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju dengan suatu
jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide dari pandangan pribadi
anda pada topik dari pertanyaan atau survey. (“Never suggest an answer or agree or disagree with an answer. Do not
give the repondent any idea of your personal views on the topic of questions or
survey”).
e.
Tidak
pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi pertanyaan dan
memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan dalam latihan atau
oleh pengawas. (“Never interpret
the meaning of a question; just repeat the questions and give instructions or
clarifications that are provided in training or by supervisors”).
f.
Tidak
pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori jawaban, atau membuat
perubahan susunan kata-kata. (“Never
improvise, such as by adding answer categories, or make wording changes”) (Denzin & Lincoln, 1994: 364).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wawancara
(interview) merupakan suatu
kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara
pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud
memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan
dengan masalah yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara,
maka hasilnya pun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara. Wawancara juga
merupakan alat penelitian yang berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk
mengumpulkan informasi lengkap yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau
percakapan telepondan juga memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal. Wawancara
juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan
secara lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari
responden.
Wawancara sering dihubungkan
dengan pekerjaan jurnalistik untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan
dalam media massa. Namun wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk
keperluan, misalnya, penelitian atau penerimaan pegawai. Wawancara dapat
disamakan dengan obrolan. Namun ada perbedaan mendasar antara obrolan biasa
dengan wawancara. Hal-hal yang membedakan tersebut adalah tujuannya, hubungan
antara narasumber dan pewawancara, tata krama, dan batasan waktunya.
B.
Saran
Sebaiknya pertanyanyaan yang diajukan untuk
narasumber disusun secara baik , rapi dan
menggunakan bahasa yang sopan, tidak menyinggung perasaan narasumber dan harus sesuai prosedur
dan tepat sasaran.
Pewawancara dan narasumber sebaiknya harus
bersikap terbuka dalam pelaksanaan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.amheru.staff.gunadarma.ac.id/
http://teorikuliah.blogspot.com/2009/09/pengertian-wawancara-tv-tujuan-dan.html
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wawancara
This is wonderful website
BalasHapusQassim & QU
Good review
BalasHapusterimakasih, sangat bermanfaat^^
BalasHapus